BI: Kami Cuma Batasi Kredit Rumah Kedua & Ketiga

JAKARTA - Surat Edaran (SE) Bank Indonesia (BI) No.15/40/DKMP tertanggal 24 September 2013 mengenai besaran pembiayaan perbankan dalam kredit Kepemilikan Rumah (KPR) untuk rumah pertama, kedua, ketiga dan seterusnya telah keluar.

Direktur Departemen Komunikasi BI Peter Jacobs mengatakan, kredit rumah (KPR) pertama dengan tipe di atas 70 meter persegi bank hanya diperbolehkan memberikan pembiayaan yakni sebesar 70 persen.

"Untuk rumah kedua itu sebesar 60 persen dan rumah ketiga 50 persen," ujar Peter di gedung BI, Jakarta, Rabu (25/9/2013).

Sedangkan Kredit Pemilikan Rumah Susun (KPRS) dengan luas di atas 70 meter persegi, perbankan hanya boleh memberikan pembiayaan sebesar 70 persen untuk rumah pertama, rumah kedua 60 persen dan rumah ketiga 50 persen.

"Kita hanya mengatur kepemilikan rumah kedua dan ketiga, untuk rumah pertama kita tidak memberikan banyak aturan," tukasnya.

Sementara itu untuk membedakan kredit rumah pertama, kedua dan ketiga bank dapat menggunakan data Sistem Informasi Debitur (SDI) yang saat ini tersedia di Bank Indonesia.

"Sebelum bank memberikan pembiayaan kredit, bank itu akan mengacu data nasabah yang bersangkutan, dengan cara melihat alamat, nama suami istri, tanggal lahir, hingga track record pembayaran kredit. Dengan ini akan mudah terlihat, nasabah mengajukan kredit untuk rumah ke berapa," ucap Peter.

Selain data-data tersebut, bank juga bisa menganalisis dari tanggal  perjanjian kredit mana yang paling tua. "Disini nasabah dituntut untuk proaktif dan jujur dari mana bank saja nasabah menerima fasilitas kredit," imbuhnya.

"Ini mirip BI Cheking, dari data ini bank juga bisa melihat kemampuan bayar nasabahnya," pungkas dia.

Menurutnya dengan telah berlakunya SE tersebut, maka ada beberapa aturan baru yang harus segera di penuhi debitur sebelum mengajukan persyaratan kredit seperti debitur wajib menyampaikan surat pernyataan yang memuat seluruh fasilitas kredit atau pun pembiayaan untuk kepemilikan rumah tapak, rumah susun, rumah kantor, rumah ruko atau kredit beragun properti yang masih berjalan dari bank yang sama maupun bank lain.

Lalu persyaratan lainnya,  pengenaan rasio LTV/FTV yang memperhitungkan seluruh fasilitas kredit atau pembiayaan yang diterima berdasarkan urutan waktu penerimaan. "Terakhir itu, terhadap debitur suami dan istri diperlakukan sebagai satu debitur kecuali terdapat perjanjian pemisahan harta yang sah oleh notaris," tutup Peter. (wdi)

Sumber : http://property.okezone.com 


KPR Kembali Diperketat, Ini Alasannya

JAKARTA - Penyempurnaan ketentuan penyaluran KPR, atau Loan to Value (LTV) atau Financing to Value (FTV) dilatarbelakangi oleh tingginya pertumbuhan kredit ke sektor properti, khususnya kredit untuk rumah tapak dan rumah susun (flat dan apartemen) pasca-penerapan ketentuan LTV/FTV pada pertengahan 2012.

“Tingginya pertumbuhan sektor properti juga mempengaruhi perilaku debitur dalam memanfaatkan kredit/pembiayaan dari bank,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Difi A. Johansyah di Jakarta, Rabu (25/9/0213).

Hal ini, lanjut dia, terlihat dari beberapa indikasi yang menunjukkan penggunaan kredit konsumsi lainnya untuk pembelian properti atau sebagai tambahan uang muka pembelian properti.

Untuk mengantisipasi peningkatan konsentrasi risiko kredit di sektor properti, dengan mempertimbangkan profil risiko debitur/nasabah termasuk kemampuan pelunasan kredit (repayment capacity), ketentuan yang baru akan memberlakukan LTV/FTV dengan persentase yang menurun (regresif).

“Sasaran utama dari pengaturan dimaksud adalah mengantisipasi potensi risiko “gagal bayar” yang disebabkan penurunan kemampuan pelunasan kredit,” jelas dia. (wdi)

Sumber : http://property.okezone.com 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar